LAPORAN
PRAKTIKUM BIOLOGI
Mata
Kuliah:Anatomi dan Fisiologi Manusia
OTAK DAN FUNGSI SARAF
O
L
E
H
NAMA:
ANISA ZUHALMI
EVI SUNILAWATI
JASMAN FERI
NUR FITRI
JURUSAN:BIOLOGI NONDIK
PROGRAM:S1
JURUSAN:BIOLOGI NONDIK
PROGRAM:S1
KELOMPOK:4
TGL.PELAKSANAAN:
TGL.PELAKSANAAN:
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
I.JUDUL
PERCOBAAN:OTAK DAN FUNGSI SARAF
II.TUJUAN
:
1)memeriksa fungsi sebagian besar saraf otak besar
2)memeriksa fungsi otak kecil
3)membandingkan kecenderungan fungsi saraf pada setiap
praktikan
III.TINJAUAN
TEORITIS:
Serebrum atau otak
besar tersusun atas dua hemister serebral. Serebrum juga terdiri atas korteks
serebral, ventrikel I dan II, korpus kalosum, fisura, sulkus, dan girus. Kortek
terdiri dari enam lapisan sel dan serbut sel. Vantrikel I dan II terletak di
dalam hemister serebral. Korpus kolasum terdiri dari serabut termielinisasi,
dan menyatukan kedua hemister. Setiap hemister terbagi oleh fisura dan kulkus
menjadi empat lobus. Fungsi girus yaitu bertanggung jawab untuk aktivitas
motorik volunteer yaitu girus prasentral, dan girus postural yang terlibat
dalam aktivitas sensorik(Sloane,1994).
Seseorang dapat membau karena zat yang berupa gas tersebut masuk melalui rongga hidung saat menarik nafas. Zat ini kemudian larut dalan selaput lendir dalam hidung yang kemudian diterima oleh saraf pembau. Selanjutnya, saraf pembau menghantarkan impuls ke otak sehingga otak merespon dengan menimbulkan kesan bau (Nursing411, 2012). Nervus olafaktorius yang berfungsi sebagai penciuman yang berada pada bagian atas selput lender hidung. Nervus olfaktorius dilapisi dengan sel-sel yang mengeluarkan fibril-fibril halus dan menjalin dengan bulbus olfaktorius. Bulbus olfaktorius sendiri merupakan bagian otak yang terpencil yang membesar dari saraf olfaktorius. Impuls-impuls bau dihantarkan ileh filum olfaktorium menuju ke bulbus olfaktorius didalam cabang-cabang dendrite sel mitra. Serabut-seravut itu berjalan menuju tructur olfaktorius dan berakhir pada dua daerah utama yaitu lobus temporalis atau area olfaktori medial dan area olfakteria lateral. Dan daerah itulah impuls akan ditafsirkan(Pearce,2002).
Permukaan serebellum berbeda dengan serebrum, karena tampak berlapis-lapis. Serebelum diklasifikasikan mejadi tiga subdivisi utama yaitu arkhiserebellum, paleoserebellum dan neoserebelum.Arkhiserebelum menerima informasi tentang posisi kepala dari system vestibuler dan juga tentang gerakan kepala melalui impuls kinetic dari reseptor di kanalis semisirkularis. Paleoserebelum menerima impuls aferen dari medulla spinalis melalui traktus spinoserebelaris anterior dan posterior, dan juga dari kuneoserebelaris. Neoserebelum menerima impuls aferen dari korteks serebelum melalui jaras kortiko-ponto-serebelaris, serta menerima serabut aferen dari traktus olivo serebelaris(Satyanegara dkk, 2010). Gangguan saraf otak kecil atau serebelum akan menyebabkan penderita mengalami gangguan keseimbangan, yakni tidak mampu mempertahankan posisi tubuh ketika berdiri, atau gangguan koordinasi ketika berjalan. Gangguan ini dapat menyebabkan stroke(Wahyu,2007).
Menurut Wibowo dan Widjaja(2009), nervus okulomotorius berada pada tagmentum mesensefali. Saraf okulomotorius berfungsi mengangkat kelopak mata atas dan mempersarafi otot kontriktor yang mengubah ukuran pupil. Pupil adalah lubang yang terdapat pada pusat iris mata yang dapat mengembang dan menguncup seiring dengan kegiatan mata(Muttaqin, 2008). Seseorang yang memiliki gangguan pada nervus okulomotornya berdampak pada kerja pupil dalam menanggapi rangsang cahaya(Gilroy,2000). Nervus okulomotorik terbagi menjadi dua komponen utama yaitu nuklus parasimpatik dan kompleks nucleus okulomotor. Dimana pada nucleus parasimpatik mensyarafi otot-otot intra ocular. Sedangkan Kompleks nucleus okulomotor terletak lebih lateral dan mensarafi 4 dari 6 otot ekstra ocular(Wibowo dan Widjaja,2009).
Serebelum terletak di otak belakang sebelah posterior batang otak. Serebelum membantu mempertahankan keseimbangan dan bertanggung jawab untuk respons otot rangka halus sehingga menghasilkan serakan volunteer yang baik dan terarah. Serebelum juga berfungsi mengontrol gerakan cepat dan berulang yang diperlukan untuk aktivitas seperti mengetik, bermain piano dan mengendarai sepeda(Corwin, 2008). Serebelum berfungsi untuk mengirimkan impuls ke sepanjang serabut neuron motorik. Hal ini memberikan latar belakang tonus otot untuk mempertahankan portur dan mengatur kerja berbagai kelompok otot yang terlibat(Broom,2005).
Reseptor bagi sensasi membau terdapat di dalam ephitelilum olfaktorius pada mukosa hidung(Fawcett,1994) Ephitelium olfaktorius pada mukosa hidung dapat diidentifikasikan berdasarkan adanya glandula bowman dan akson olfaktorius dalam lamina proprianya, serta ephitelium yang menciri dengan adanya tiga tipe khas yaitu sel sustentakulum, reseptor saraf olfaktorius dan sel basal(Smith dkk,2004). Menurut Dellmann dan Brown(1992), ephitelium olfaktorius dapat diidentifikasikan berdasarkan banyaknya berkas serabut saraf tanpa myelin dalam lamina propria. Mukosa olfaktorius dilapisi oleh ephithelium silinder berlapis dan bersilia yang terdiri dari tiga sel utama yaitu sel basal, sel olfaktori dan sel penunjang. Selain itu epitel olfaktorius terdiri dari neuron olfaktorius(Rowe dkk, 2005). Neuron ephitelium olfaktorius berada pada bagian superior kavum nasi yang tidak terspesialisasi untuk menskresi mucus(Pearce,2002).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepekaan dalam menebak bau adalah pengalaman. Karena pada saat seseorang sebelum-sebelumnya pernah membau dari bau yang telah dibau maka secara langsung akan mempermudah seseorang dalam menebak bau yang telah dibaunya. Menurut Coon dan John(2010), faktor yang dapat mempengaruhi kepekaan seseorang dalam membau dapat berupa usia, suhu, kebiasaan dan riwayat kesehatan, serta kehamilan. Pada saat seseorang berusia lanjut maka akan mengurangi dalam kepekaan membau dikarenakan berkurangnya kemampuan sel-sel reseptor dalam membau. Pada saat hamil, beberapa ibu biasanya memiliki kepekaan bau yag sangat tinggi dibandingkan saat tidak hamil hal ini dapat disebabkan peningkatan hormone esterogen.
Seseorang dapat membau karena zat yang berupa gas tersebut masuk melalui rongga hidung saat menarik nafas. Zat ini kemudian larut dalan selaput lendir dalam hidung yang kemudian diterima oleh saraf pembau. Selanjutnya, saraf pembau menghantarkan impuls ke otak sehingga otak merespon dengan menimbulkan kesan bau (Nursing411, 2012). Nervus olafaktorius yang berfungsi sebagai penciuman yang berada pada bagian atas selput lender hidung. Nervus olfaktorius dilapisi dengan sel-sel yang mengeluarkan fibril-fibril halus dan menjalin dengan bulbus olfaktorius. Bulbus olfaktorius sendiri merupakan bagian otak yang terpencil yang membesar dari saraf olfaktorius. Impuls-impuls bau dihantarkan ileh filum olfaktorium menuju ke bulbus olfaktorius didalam cabang-cabang dendrite sel mitra. Serabut-seravut itu berjalan menuju tructur olfaktorius dan berakhir pada dua daerah utama yaitu lobus temporalis atau area olfaktori medial dan area olfakteria lateral. Dan daerah itulah impuls akan ditafsirkan(Pearce,2002).
Permukaan serebellum berbeda dengan serebrum, karena tampak berlapis-lapis. Serebelum diklasifikasikan mejadi tiga subdivisi utama yaitu arkhiserebellum, paleoserebellum dan neoserebelum.Arkhiserebelum menerima informasi tentang posisi kepala dari system vestibuler dan juga tentang gerakan kepala melalui impuls kinetic dari reseptor di kanalis semisirkularis. Paleoserebelum menerima impuls aferen dari medulla spinalis melalui traktus spinoserebelaris anterior dan posterior, dan juga dari kuneoserebelaris. Neoserebelum menerima impuls aferen dari korteks serebelum melalui jaras kortiko-ponto-serebelaris, serta menerima serabut aferen dari traktus olivo serebelaris(Satyanegara dkk, 2010). Gangguan saraf otak kecil atau serebelum akan menyebabkan penderita mengalami gangguan keseimbangan, yakni tidak mampu mempertahankan posisi tubuh ketika berdiri, atau gangguan koordinasi ketika berjalan. Gangguan ini dapat menyebabkan stroke(Wahyu,2007).
Menurut Wibowo dan Widjaja(2009), nervus okulomotorius berada pada tagmentum mesensefali. Saraf okulomotorius berfungsi mengangkat kelopak mata atas dan mempersarafi otot kontriktor yang mengubah ukuran pupil. Pupil adalah lubang yang terdapat pada pusat iris mata yang dapat mengembang dan menguncup seiring dengan kegiatan mata(Muttaqin, 2008). Seseorang yang memiliki gangguan pada nervus okulomotornya berdampak pada kerja pupil dalam menanggapi rangsang cahaya(Gilroy,2000). Nervus okulomotorik terbagi menjadi dua komponen utama yaitu nuklus parasimpatik dan kompleks nucleus okulomotor. Dimana pada nucleus parasimpatik mensyarafi otot-otot intra ocular. Sedangkan Kompleks nucleus okulomotor terletak lebih lateral dan mensarafi 4 dari 6 otot ekstra ocular(Wibowo dan Widjaja,2009).
Serebelum terletak di otak belakang sebelah posterior batang otak. Serebelum membantu mempertahankan keseimbangan dan bertanggung jawab untuk respons otot rangka halus sehingga menghasilkan serakan volunteer yang baik dan terarah. Serebelum juga berfungsi mengontrol gerakan cepat dan berulang yang diperlukan untuk aktivitas seperti mengetik, bermain piano dan mengendarai sepeda(Corwin, 2008). Serebelum berfungsi untuk mengirimkan impuls ke sepanjang serabut neuron motorik. Hal ini memberikan latar belakang tonus otot untuk mempertahankan portur dan mengatur kerja berbagai kelompok otot yang terlibat(Broom,2005).
Reseptor bagi sensasi membau terdapat di dalam ephitelilum olfaktorius pada mukosa hidung(Fawcett,1994) Ephitelium olfaktorius pada mukosa hidung dapat diidentifikasikan berdasarkan adanya glandula bowman dan akson olfaktorius dalam lamina proprianya, serta ephitelium yang menciri dengan adanya tiga tipe khas yaitu sel sustentakulum, reseptor saraf olfaktorius dan sel basal(Smith dkk,2004). Menurut Dellmann dan Brown(1992), ephitelium olfaktorius dapat diidentifikasikan berdasarkan banyaknya berkas serabut saraf tanpa myelin dalam lamina propria. Mukosa olfaktorius dilapisi oleh ephithelium silinder berlapis dan bersilia yang terdiri dari tiga sel utama yaitu sel basal, sel olfaktori dan sel penunjang. Selain itu epitel olfaktorius terdiri dari neuron olfaktorius(Rowe dkk, 2005). Neuron ephitelium olfaktorius berada pada bagian superior kavum nasi yang tidak terspesialisasi untuk menskresi mucus(Pearce,2002).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepekaan dalam menebak bau adalah pengalaman. Karena pada saat seseorang sebelum-sebelumnya pernah membau dari bau yang telah dibau maka secara langsung akan mempermudah seseorang dalam menebak bau yang telah dibaunya. Menurut Coon dan John(2010), faktor yang dapat mempengaruhi kepekaan seseorang dalam membau dapat berupa usia, suhu, kebiasaan dan riwayat kesehatan, serta kehamilan. Pada saat seseorang berusia lanjut maka akan mengurangi dalam kepekaan membau dikarenakan berkurangnya kemampuan sel-sel reseptor dalam membau. Pada saat hamil, beberapa ibu biasanya memiliki kepekaan bau yag sangat tinggi dibandingkan saat tidak hamil hal ini dapat disebabkan peningkatan hormone esterogen.
IV.ALAT
DAN BAHAN:
NO
|
ALAT
|
JUMLAH
|
1
|
Bawang
putih
|
1
biji
|
2
|
Serbuk
kopi
|
Secukupnya
|
3
|
Cotton
bud
|
2
|
4
|
Buku
bacaan
|
1
|
5
|
Stop
watch
|
1
buah
|
6
|
pensil
|
1
|
V.PROSEDUR
KERJA:
NO
|
P
R O S E D U R K E R J A
|
A.
|
UJI
SARAF CRANIAL
1.NERVOUS
OLFAKTORI
·
Meminta praktikan duduk dan
menutup matanya.
·
Serbuk kopi dilewat-lewatkan dari
depan hidung
·
Kemudian irisan bawang
·
Kemudian menanyakan praktikan bau
apa yang tercium
·
Mengulangi secara acak
·
Mencatat hasilnya
2.nervous
optikus
·
Membuka halaman buku penuh dengan
tulisan
·
Praktikan membaca buku tersebut
selama 1 menit
·
Kemudian menghitung jumlah kata
yang dibaca praktikan tersebut
3.nervous
acumulator
·
Meminta praktikan memperhatikan
pensil yang digerakkan beberapa kali arah vertikal,horizontal,sorong
kiri,sorong kanan,dan berputar
·
Memperhatikan kepala praktikan apakah
bergerak mengikuti araah pensil yang digerakkan
4.nervous
facialis
·
Meminta praktikan tersenyum
sambil menunjukkan giginya,menggembungkan pipinya,mengerutkan
dahinya,mengangkat alis satu persatu
maupun bersamaan
·
Mencatat hasilnya
|
B.
|
UJI
SARAF KECIL
Meminta
praktikan untuk:
·
Merentangkan kedua lengan
kesamping dan menggerakkan semua jari dengan cepat
·
mereentangkan kedua lengan
kesamping dan saling silangkan semua jari dengan rapat
·
menolehkan kepala kesamping
dengan pandangan lurus kesamping ,berjalanlah maju dengan meletakkan tumit
yang satu didepan ujung jari kaki yang lain
·
menutup mata dan berdiri tegak
selama satu menit
·
menutup mata dan menyentuh hidung
dengan telunjuk kanan
·
menutup mata dan menunjuk hidung
dengan telunjuk kiri
·
mennyentuh telunjuk kanan
·
berdiri tegak dan menggerakkan
kaki kiri keatas kebawah menggesere sepanjang kaki kiri
·
dan sebaliknya
|
VI.HASIL
PERCOBAAN/REAKSI:
Berikut ini merupakan
hasil pengujian pada uji nervus olfaktorius pada masing-masing probandus dengan
perlakuan yang sama :
Tabel 1. Hasil uji nervus olfaktorius
Tabel 1. Hasil uji nervus olfaktorius
NO
|
PROBANDUS
|
MENCIUM
BAU
|
MEMBEDAKAN
BAU
|
||
YA
|
TIDAK
|
YA
|
TIDAK
|
||
1
|
EVI
S R
|
ü
|
-
|
ü
|
-
|
2
|
JASMAN
F S
|
ü
|
-
|
ü
|
-
|
Ket :
ü = dapat
mencium atau membedakan bau
-
= tidak
dapat membedakan bau dan mencium bau
Dari hasil data yang
diperoleh, dapat diketahui bahwa semua probandus dapat mencium bau dan
membedakan bau meskipun dalam keadaan mata tertutup. Hal ini menandakan bahwa
semua probandus tidak memiliki kepekaan yang baik dalam membau, baik dalam
kondisi sehat ataupun sakit.
Seseorang dapat membau karena zat yang berupa gas tersebut masuk melalui rongga hidung saat menarik nafas. Zat ini kemudian larut dalan selaput lendir dalam hidung yang kemudian diterima oleh saraf pembau. Selanjutnya, saraf pembau menghantarkan impuls ke otak sehingga otak merespon dengan menimbulkan kesan bau
Seseorang dapat membau karena zat yang berupa gas tersebut masuk melalui rongga hidung saat menarik nafas. Zat ini kemudian larut dalan selaput lendir dalam hidung yang kemudian diterima oleh saraf pembau. Selanjutnya, saraf pembau menghantarkan impuls ke otak sehingga otak merespon dengan menimbulkan kesan bau
Berikut ini merupakan
table hasil pengamatan dari uji okulomotorius pada setiap probandus :
NO
|
PROBANDUS
|
JUMLAH BENAR SALAH
|
||
1
|
JASMAN
|
SEHAT
|
5
|
0
|
2
|
NURFITRI
|
SEHAT
|
5
|
0
|
Dari hasil pengujian
dapat diketahui bahwa pada probandus dalam kondisi sakit melakukan lebih banyak
kesalahan dibandingkan dengan probandus yang sehat. Hal ini terjadi tidak hanya
pada probandus laki-laki, namun pada probandus perempuan juga. Sedangkan pada
probandus laki-laki dan perempuan sehat sama sekali tidak melakukan kesalahan
atau benar semua dalam melakukan gerakan
Berikut
ini merupakan tabel hasil pengujian dari uji saraf otak kecil pada setiap
probandus:
NO
|
PROBANDUS
|
Waktu Pelaksanaan (detik)
|
Benar/Salah
|
||||
1
|
2
|
3
|
1
|
2
|
3
|
||
1.
|
EVI
S R
|
8
|
6
|
10
|
++
|
++
|
+++
|
2.
|
NUR
FITRI
|
8
|
6
|
4
|
++
|
+++
|
+++
|
Ket : + = Salah
++ =
Benar sebagian
+++ =
Benar utuh
Berbeda
pada uji okulomotor, pada hasil uji saraf otak kecil terlihat bahwa kesalahan
banyak dilakukan justru pada probandus yang memiliki kondisi sehat dibandingkan
pada probandus yang berkondisi sakit. Hal ini terjadi pada probandus laki-laki
ataupun perempuan. Mungkin ini dapat disebabkan karena probandus sehat baik
laki-laki ataupun perempuan kurang memahami atau mensalah artikan perintah yang
diberikan oleh asisten praktikum sehingga akan terjadi kesalahan. Sedangkan
untuk waktu pada probandus perempuan, relative memiliki waktu yang lama
dibandingkan dengan probandus laki-laki dalam memahami dan melakukan gerakan
yang diperintahkan. Selain itu pada probandus sehat juga memakan waktu yang lebih
lama, dibandingkan dengan probandus dalam kondisi sakit.
VII.KESIMPULAN
Otak terbagi atas 5
besar yaitu otak besar, otak kecil, medulla oblongata, otak tengah dan jembatan
varol. Hasil pada uji otak besar dilakukan uji olfaktorius yaitu dapat
diketahui bahwa pada semua probandus dapat membedakan dan mencium bau yang
telah diujikan. Sedangkan pada uji okulomotor kondis probandus yang sehat
memiliki kesalahan lebih besar dibandingkan dengan probandus sakit baik pada
perempuan ataupun laki-laki . Hasil pada uji otak kecil terlihat bahwa
probandus perempuan memerlukan waktu yang relative lebih lama dibandingkan
dengan probandus laki-laki dalam memahami dan melakukan perintah dan probandus
laki-laki ataupun perempuan pada kondisi sakit memiliki ketepatan dalam
melakukan perintah lebih banyak benar dibandingkan probandus pada kondisi
sehat.
VIII.JAWABAN
PERTANYAAN DAN TUGAS
IX.DAFTAR
PUSTAKA:
Broom, Bryan. 2005. Anatomi Fisioloagi kelenjar endokrin dan system persyarafan.
Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta.
Con, D dan John O.M. 2010. Introduction To Psichology : Gateways to
mind and behavior 12 th edition. Wadsworth Cangage Learning, United Stated of
American.
Corwin, Elizabeth J. 2008. Handbook of Pathopophysiology third edition.
Lippicott Williams and Wilkins, Inc., United States of American.
Dellmann dan Brown. 1992. Buku Teks HistologiVeteriner. Penerbit
Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Fawcett, D.W. 1994. Buku Ajar Histologi edisi ke 12. Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.
Gilroy, John. 2000. Abnormalitas of pupilary light
Reflex. Mc Graw-Hill, New York.
Medicaldictionary. 2012. Oculomotor
Nerve. http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/oculomotor+nerves.
Diakses 19 November 2012.
Muttaqin, Arif. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan
gangguan Sistem Persyarafan. Penerbit Salemba Medika, Jakarta.
Nursing411. 2012. What does The Nose do? nursing411.org. Tanggal akses 18 November
2012.
Pearce,
Evelyn C. 2002. Anatomy and Physiology
for Nurses. Jakarta : PT. Gramedia.
Rowe,
T.B. ett all. 2005. Organization of the
olfactory and respiratory skeleton in the nose of the gray short-tailed Opossum
monodelphins domestics. Journal Of Mammalian Evolution, Vol. 12 : 328.
Setyanegara
dkk. Ilmu Bedah Saraf. Penrbit
Gramedia, Jakarta.
Sloane, Ethel. 1994. Anatomy and Physiology : An easy Learner.
Jones and Bartlett Publisher, Inc. United States of American.
Smith,
T.D., Bhatnagar, K.P., Tuladhar, P. Burrows, A.M. 2004. Distribution of olfactory ephitelium in the
primate nasal cavity : are microsmia and macrosmia valid morphological
concepts. The Anatomical Record, Part A 28IA:1173-1181.
Wahyu, Genis Ginanjar. 2007. Stroke tidak hanya menyerang orang tua.
PT Mizan Publika, Jogjakarta.
MEDAN,29 APRIL 2013
DOSEN/ASISTEN
PRAKTIKAN
(FEBRI
ALEMI SEMBIRING)
KELOMPOK 4
NIP/NIM:
NIM: